Cerpen : Ibu...Mengapa Aku Lahir Sebelum 9 Bulan Pernikahan?

By Ivan Althirafi - 11 Okt 2014 No Comments
Cerpen : Ibu...Mengapa Aku Lahir Sebelum 9 Bulan Pernikahan? - Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Apa kabar sobat semua?. Pagi hari ini, saya ingin Re-Post cerpen yang berjudul Ibu, Mengapa Aku Lahir Sebelum 9 Bulan Pernikahan?. Cerpen ini terinspirasi dari kejadian nyata di sekitaran.

Semoga cerita dalam cerpen ini bisa dijadikan sebagai bahan renungan.
Oke, selamat membaca!

cinta+remaja.jpg


Wendi terpaksa menjemput Ajeng meski hari sudah mulai gelap. Ajeng bersikeras ingin pergi dari rumahnya entah karena alasan apa. Sebagai seorang kekasih tentu saja Wendi tak bisa menolak keinginan Ajeng. Namun Wendi tak pernah tau bahwa keuputusannya itu adalah awal dari bencana.

"Sebenarnya ada masalah apa sih, yang?" Tanya Wendi penasaran.
"Kamu gak usah banyak nanya. Cepat bawa aku pergi dari sini." Jawab Ajeng dengan tegas.
Tanpa bertanya lagi Wendi langsung menjalankan motornya menuju ke suatu tempat. Tak diketahui mereka pergi kemana dan apa yang mereka lakukan. Hanya cinta yang membawa mereka untuk terus bergerak melawan aturan yang mereka tidak sukai. ***

Matahari telah menampakkan sinarnya. Terlihat wajah-wajah kecemasan menyelimuti keluarga Ajeng. Gadis cantik yang baru menginjak usia 17 tahun itu tidak ada di rumahnya. Tentu saja keluarga merasa panik dan mencarinya semalaman namun tak membawa hasil. Akhirnya keluarga Ajeng memutuskan untuk pergi ke rumah Wendi, mereka yakin Wendi adalah penyebab Ajeng menghilang. *** 

Suara knalpot motor seolah menyerbu di sekitar rumah Wendi. Tak lama turunlah dua orang laki-laki dan seorang ibu yang sudah tidak muda lagi dengan mimik yang menggebu-gebu. Setelah bertanya pada tetangga wendi, mereka pun menuju rumah wendi. Selang beberapa menit terdengar suara tangisan wanita dari dalam rumah Wendi seolah bersahutan. Entah apa yang mereka bicarakan tetapi kabar yang dibawa keluarga Ajeng telah membuat luka bagi keluarga Wendi. Setelah sekitar tiga puluh menit, terlihat keluarga Ajeng sudah kembali naik motor kemudian pergi. Di rumah Wendi tangisan tak henti-hentinya terdengar.
"Wendi, sebenarnya kamu kemana nak?" Ucap sang ibu lirih.
"Sudahlah bu, kita cari wendi sekarang" Kakak laki-laki Wendi mencoba menenangkan.
Mereka pun bergegas untuk mencari Wendi meskipun tak tahu harus kemana. Diperjalanan mereka bertemu dengan seorang teman Wendi yang mengatakan bahwa wendi ada di rumah Ajeng. ***

"Saya tidak bermaksud menculik ajeng. Dia sendiri yang mau pergi bareng saya" Wendi mencoba menjelaskan kepada keluarga Ajeng. Namun semua itu sia-sia karena kakak laki-laki Ajeng dan segerombolan temannya sudah sangat ingin memberi pelajarn fisik pada Wendi. Serentak mereka mengayunkan pukulan ke arah wajah Wendi. Sontak saja wendi tersungkur. Tidak puas dengan itu, secara bersamaan mereka memukul, menginjak, kemudian menendang tubuh wendi. Teriakan Ajeng dan ibunya tak dihiraukan lagi. Mereka tetap asik menyakiti Wendi.

Bersamaan dengan itu, ibu dan kakak Wendi pun datang dan langsung berusaha melindungi Wendi yang sudah tak berdaya. Wajahnya memar, kakinya luka, perutnya sakit.
"Hentikan. Jangan siksa anak saya!" Teriakan dan tangisan ibu Wendi mampu meredam semuanya. Dengan cekatan kakak Wendi memboyong Wendi ke motor kemudian mereka bertiga pergi tanpa kata-kata. Tak ada yang berani menghadang semuanya hanya terdiam. ***

Sebulan berlalu setelah kejadian itu. Hubungan Ajeng dan Wendi seolah berakhir. Cinta yang mempersatukan mereka. Cinta pula yang memisahkan keduanya. Meskipun begitu mereka tak pernah berhenti saling memikirkan. Sebulan itu mereka lalui dengan teramat berat. Sebelumnya mereka setiap hari berjumpa sehingga perpisah itu terasa sangat menyakitkan. Sore itu Wendi begitu rindu pada Ajeng tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa terlebih motornya masih berada di rumah Ajeng. Ia tak berani mengambil motor kesayangannya itu. Tiba-tiba wendi dikejutkan oleh suara motor yang begitu keras yang sudah berada di depan rumahnya. Tak lama terlihat Ajeng berlari menuju rumahnya. Wendi segera membuka pintu dan tanpa basa basi mereka saling memeluk dengan begitu erat. Diiringi tangisan keduanya melepas rindu yang sempat tertahan.
"Wendi, aku hamil" Ajeng berbisik tetapi menusuk telinga Wendi.
Wendi melepaskan pelukannya kemudian menatap mata Ajeng yang terlihat sembab.
"Kamu jangan bercanda. Aku baru berusia 18 tahun. Mana mungkin aku sanggup menjadi ayah"
"Tapi ini benar. Kamu sudah berjanji akan selalu mencintaiku. Aku sudah buktikan cintaku dengan memberikan apa yang kamu mau"
"Tidak. Pasti kamu hamil karena orang lain. Aku tahu kamu wanita gampangan"
"Aku tidak seperti itu. Aku hanya melakukannya dengan kamu, wendi"
"Aku tidak percaya. Kalau tujuanmu kesini hanya untuk berbohong lebih baik kamu pergi sekarang"
"Kamu mengusirku? Dasar laki-laki pengecut"
Tanpa sadar tangan Wendi mendarat di wajah mulus Ajeng. Tangisan Ajeng semakin menjadi-jadi. Ia berhasil mengundang kakaknya untuk menyaksikan kejadian itu. Sang kakak marah melihat adiknya menangis. Ketika sang kakak hendak memukul Wendi, ibu Wendi datang untuk menenangkan suasana yang semakin tidak karuan. ***

Pernikahan itu suci. Pernikahan adalah penyempurna agama. Namun entah apa yang ada di benak Wendi. Baginya menikah adalah bencana. Menikah adalah penutup aib. Menikah adalah keterpaksaan. Ia menikah tanpa niat yang tulus. Begitupun dengan Ajeng. Pernikahannya adalah bentuk rasa sesal serta bentuk kesiapannnya menjadi seorang ibu. Kendati begitu, Ajeng tetaplah seorang remaja. Ia sering melamun. Pernikahnnya dengan Wendi dilakukan secara tertutup. Mereka menikah malam hari tanpa hiasan dan hiburan. Hal itu semakin menambah-nambah beban jiwanya. Ajeng sering mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan hendak melompat ke dasar jurang. Wendilah yang dengan susah payah menenangkannya. Masa remaja mereka yang seharusnya diisi dengan kegembiraan dan prestasi harus terganti dengan tugas rumah tangga. Mereka adalah ayah dan ibu belia. ***

Malam itu, Ajeng merasakan getaran diperutnya. Ia memegang perutnya yang sudah mulai membesar kemudian tersenyum pada wendi.

"Sayang,anak kita sudah mulai bergerak"
"Syukurlah" Ucap wendi dengan nada yang datar.

Mereka pun tidur dengan lelap. Dalam lelapnya tidur Ajeng bermimpi bertemu dengan anaknya yang masih dalam kandungan. Ajeng merasakan ketakutan yang amat besar. Ia sama sekali tak mampu menjawab pertanyaan anaknya. Dalam mimpi itu Ajeng hanya terdiam kemudian menangis. Suara anak itu begitu lirih menyelinap masuk ke dalam telinganya.
"Ibu...mengapa aku lahir sebelum 9 bulan pernikahan?

Tags:

No Comment to " Cerpen : Ibu...Mengapa Aku Lahir Sebelum 9 Bulan Pernikahan? "

Comment at this post if you find broken link or another. This is do-follow blogs and PR 1 , use Name/URL for get backlink for free NOT ADS, please don't use Live Link/Scam or your comment will deleted :)